Dalam upaya memperkuat akses perlindungan saksi dan korban di wilayah Aceh, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar sosialisasi program perlindungan berbasis komunitas atau biasa disebut Sahabat Saksi dan Korban bertempat di The Pade Hotel, Aceh Besar, pada Rabu-Kamis (16-17/10/2024).
Bertajuk “Perkuat Kolaborasi Masyarakat Sipil dalam Peningkatan Akses Keadilan Melalui Kerja-kerja Perlindungan”, acara dibuka Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati bersama Wakil Ketua Antonius PS Wibowo dan Plh Asisten Pemerintahan Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Aceh Syakir.
Disampaikan oleh Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati, bahwa Aceh menjadi provinsi ke-12 dalam mengembangkan program pada 2024, selain Kalimantan Timur dan NTB. Hingga saat ini sudah terdapat 790 sahabat saksi dan korban yang sudah dikukuhkan LPSK dan tersebar di berbagai wilayah.
“Salah satu strategi LPSK dalam mengoptimalkan pelaksanaan UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah dengan mengembangkan peran serta para pemangku kepentingan lewat program Sahabat Saksi dan Korban,” ungkap Nurherwati.
Sementara itu, Plh Asisten Pemerintahan Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Aceh Syakir dalam sambutannya menilai program yang dilaksanakan oleh LPSK sangat penting bagi saksi dan korban di Aceh. “Keberadaan LPSK menjadi pelindung dan harapan besar di Aceh. Hal tersebut adalah anugerah yang patut disyukuri dan didukung untuk membangun Aceh ke arah yang lebih baik,” ungkap Syakir.
Acara sosialisasi yang digelar selama dua hari tersebut dihadiri 174 perwakilan peserta dari unsur Aparat Penegak Hukum, Kementerian/Lembaga, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD), Penyedia Layanan, dan perwakilan kelompok masyarakat sipil di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi seperti Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Barat, serta beberapa daerah lainnya.
Dijelaskan oleh Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo dalam paparanya, bahwa terdapat sejumlah tantangan perlindungan saksi dan korban, khususnya di wilayah Aceh. Pada 2024 (Januari-Oktober) LPSK menerima permohonan perlindungan sebanyak 7.817 permohonan.
“Untuk permohonan dari Wilayah Aceh, pada 2023 LPSK menerima 63 permohonan dan pada 2024 menerima 29 permohonan perlindungan. Berdasar jenis tindak pidana, permohonan tertinggi dari Aceh pada tahun 2024 meliputi Tindak Pidana Perdagangan Orang (11), Tindak Pidana Pencucian Uang (8), Kekerasan Seksual (4), Penganiayaan Berat (3), dan Tindak Pidana Lain (2),” ungkap Antonius.
Posisi peran kelompok masyarakat sipil dalam mengupayakan perlindungan saksi dan korban juga disoroti oleh Antonius. Permohonan perlindungan ke LPSK yang diajukan oleh kelompok masyarakat sipil sebanyak 4.723, dari total 7.817 permohonan.
“Di banyak kasus, kelompok masyarakat juga mendukung LPSK lewat mejadi sahabat pengadilan atau amicus curiae seperti dalam perkara Bharada E, kasus TPKS di Minahasa Utara, dan juga judicial review Pasal 43L ayat (4) UU Terorisme,” ungkap Antonius.
Untuk itu, Antonius berharap dengan adanya sahabat saksi dan korban dapat meningkatkan dan membantu akses keadilan bagi saksi dan korban tindak pidana di Aceh. Ia juga menyinggung sejumlah persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah di Aceh seperti pemulihan korban pelanggaran HAM masa Lalu, pemberlakukan UU TPKS, dan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang yang mengemuka di Aceh.
Dalam memperkuat perlindungan Saksi dan Korban di wilayah Aceh, Antonius menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja sama para pemangku kepengtingan seperti Aparat Penegak Hukum, Kementerin/Lembaga, Organisasi Pemerintah Daerah, keluarga korban dan peran serta kelompok masyarakat sipil.
Hari pertama acara sosialisasi program perlindungan berbasis komunitas tersebut dihadiri Aparat Penegak Hukum meliputi perwakilan dari Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, Polda Aceh, Perwakilan Polres, BIN, Kanwil Kemenkumham, Ombudsman RI Provinsi Aceh, BP3MI, BNN, Komnas HAM Perwakilan Aceh, Dinsos Kabupaten dan Kota, Dinas PPPA Kabupaten dan KKR Aceh
Sementara itu hari kedua sosialisasi dihadiri kalangan kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari Akademisi dari Universitas Syah Kuala, UIN Ar-Raniry, LBH Banda Aceh, Kontras Aceh, Katahati Institute, Yayasan Pulih Aceh, Flower Aceh, Pengajar Sukma Bangsa, dan lain-lain.*
penulis : Ali Nur Sahid