Wed Nov 08 2023

Jalan Panjang Justice Collaborator

Diunggah oleh admin


Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memiliki wewenang memberikan perlindungan kepada Justice Collaborator (JC) atau Saksi Pelaku. Permintaan menjadi JC kepada LPSK kini kembali muncul ke publik sejak kasus pembunuhan ibu-anak di Subang Jawa Barat dan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum pimpinan KPK terhadap mantan Menteri Pertanian SYL karena diduga terlibat korupsi.

Pada kasus pembunuhan di Subang, salah satu tersangka, D, mengajukan dirinya menjadi JC setelah mengaku dan mengungkap tersangka lainnya. Dia bersama kuasa hukumnya meminta permohonan perlindungan pada LPSK sebagai Justice Collaborator. Pada rekontruksi kasus yang dilaksanakan pada 2 November 2023 di Subang, Tim LPSK yang dipimpin oleh Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan penelaahan untuk menentukan kelayakan D sebagai JC.

“Sejauh ini kami masih melakukan pendalaman, terus tadi kami juga mengikuti agenda rekontruksi untuk melihat sejauh mana konsistensi keterangan dari D, sejauh ini dari keterangan D sampai dengan rekontruksi tidak ada perbedaan.” ujar Edwin.

Ada proses mendalam dari penilaian dan penelaahan yang dilakukan LPSK menentukan kelayakan seseorang menjadi JC, apa saja itu?

Definisi Saksi Pelaku atau Justice Collaborator

Justice collaborator adalah sebutan bagi saksi pelaku atau pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkap suatu tindak pidana tertentu. Namun, tidak semua pelaku yang kooperatif dapat disebut sebagai justice collaborator.

Seorang justice collaborator memiliki dua peran sekaligus, yakni sebagai tersangka sekaligus saksi yang harus memberikan keterangan dalam persidangan.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Pasal 28 Ayat (2), perlindungan LPSK terhadap Saksi Pelaku diberikan dengan syarat berikut:

a. Tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);

b. Sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh Saksi Pelaku dalam mengungkap suatu tindak pidana;

c. Bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya;

d. Kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dalam pernyataan tertulis; dan

e. Adanya ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan terjadinya ancaman, tekanan secara fisik atau psikis terhadap Saksi Pelalu atau Keluarganya jika tindak pidana tersebut diungkap menurut keadaan yang sebenarnya.

Adapun Hak-Hak Justice Collaborator untuk mendapat sejumlah perlakuan khusus, antara lain:

  1. Tidak dapat dituntut secara hukum atas kesaksiannya (Pasal 10 ayat (1) UU 31/2004).
  2. Tuntutan hukum terhadapnya wajib ditunda hingga memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 10 ayat (2) UU 31/2004).
  3. Pemisahan penahanan, pemberkasan, kesaksian, serta dapat meraih penghargaan JC berupa keringanan tuntutan pidana berdasarkan rekomendasi LPSK, bila rekomendasi ini diterima oleh hakim, maka hakim akan menjatuhkan pidana ringan.
  4. Memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa menunjukkan wajahnya atau tanpa menunjukkan identitasnya

Pada 2021, LPSK telah memberikan perlindungan terhadap saksi pelaku sebanyak 9 orang terlindung, dan di 2022, sebanyak 12 orang terlindung. Penelaahan dilakukan secara ketat dan selektif, sehingga tidak semua pelaku dapat berstatus JC. Tahun 2021 dan 2022, saksi pelaku yang menjadi terlindung LPSK adalah dari tindak pidana korupsi, pembunuhan, terorisme, dan narkotika.

 

 

HUMAS LPSK

(021) 29681560
lpsk_ri@lpsk.go.id