Mon Feb 05 2024

Riset Penanganan LPSK dalam Kasus Kekerasan Seksual di Tempat Kerja oleh BRIN

Diunggah oleh Superuser

Jakarta- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diwakili Kepala Biro Hukum, Kerjasama dan Humas LPSK Sriyana, tenaga ahli LPSK Syahrial Martanto Wiryawan dan Yulisa Maharani menerima para peneliti dari Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mendapatkan data soal kasus kekerasan seksual di tempat kerja yang ditangani LPSK pada Kamis (11/01/2024).

Para peneliti BRIN ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Meneropong Kasus Kekerasan Seksual di Tempat Kerja: Kajian Tentang Pencarian Keadilan dan Pemaknaan Putusan Pengadilan di Enam Wilayah di Indonesia” bekerjasama dengan American Bar Association Rule of Law Initiatives (ABA ROLI).

Kekerasan seksual di tempat kerja sering kali kasusnya sulit diungkap karena adanya relasi kuasa dan menyangkut karir korban di kantor tersebut. Bahkan, korban kerap disalahkan dan mengalami perundungan.

Salah satu contoh kasus yang menjadi pembahasan adalah kasus kekerasan seksual yang dialami salah satu pegawai di Kemenkop UKM dengan pelakunya adalah rekan sekantornya saat sedang dinas di Bogor. Peristiwa yang terjadi tahun 2019 ini baru dilaporkan kembali tahun 2022.

Dalam pengungkapan perkara ini korban sulit menemukan keadilan dan mengalami ancaman hingga dinikahkan dengan pelaku. Tawaran perdamaian oleh pihak kepolisian dan penghentian perkara pun terjadi. LPSK mendorong pihak kepolisian untuk membuka kembali SP3 pada kasus perkosaan terhadap pegawai Kemenkop dan UKM. Hal tersebut kemudian disepakati dalam Rapat Koordinasi antar Kementerian/Lembaga yang dipimpin oleh Menkopolhukam, dihadiri Pimpinan LPSK, Kabareskrim, Deputi Kemenppa, Sesmenkop, Kejaksaan Agung dan Kompolnas, Senin (21/12/2022).

Peneliti BRIN mengapresiasi peran LPSK dalam melindungi dan mendampingi korban untuk mendapatkan keadilan. Mereka juga mencari data dari kasus kekerasan di tempat kerja lainnya yang ditangani LPSK. Selain itu, penelitian juga akan mengulas peran LPSK mendampingi korban saat sebelum pelaporan, saat menjalani proses hingga pasca putusan hukum.

“Setiap korban kekerasan seksual yang datang konsultasi kepada LPSK, selalu kami sarankan untuk pendampingan ke LBH dan melapor ke kepolisian untuk mendapatkan hak-hak sebagai korban sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 5 UU Perlindungan Saksi dan Korban, ” ungkap Tenaga Ahli LPSK Yulisa.

Pengungkapan kasus kekerasan seksual di tempat kerja memang terdapat tantangan, seperti kondisi korban yang berposisi tawar lemah, khawatir kehilangan pekerjaan, rasa malu, takut ketika harus melaporkan kejadian yag dialami, atau justru malah diancam akan dilaporkan balik.

Harapannya, para korban kekerasan seksual memiliki pemahaman yang cukup dengan hadirnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang menyebutkan korban tidak bisa dituntut balik. Penguatan itu yang diberikan kepada korban agar terus melanjutkan proses hukum.

Selain itu, perhatian juga diperlukan untuk memastikan jika korban masih bekerja di kantor yang sama dengan pelaku mereka tidak akan berada dalam divisi yang sama atau berdekatan secara fisik di masa depan. Hal ini tentu untuk menjaga psikis korban yang dalam proses perlindungan pemulihan psikologis.

Bentuk perlindungan seperti itu pernah dilakukan LPSK meskipun bukan lingkungan kerja. LPSK pernah mengurus perpindahan sekolah anak korban kekerasan seksual untuk menjaga psikologis korban. Tentu hal ini dapat dilakukan pada korban kekerasan seksual di lingkungan kerja.*

(021) 29681560
lpsk_ri@lpsk.go.id